Saturday 21 May 2011

Kapok Pakai TIKI

Kapok deh pakai TIKI. Sudah 3 kali saya dikecewakan oleh layanan kurir TIKI. Untuk 2 kejadian yang awal saya pikir cuma kebetulan aja. Tapi setelah kejadian yang mirip terjadi lagi untuk yang ketiga kali, saya putuskan tidak akan menggunakan jasa TIKI lagi.

Kejadian pertama adalah ketika saya memutuskan membeli modem dan kartu perdana broom xtra via toko online sekitar akhir tahun 2009. Setelah searching sana sini, akhirnya ketemulah sebuah toko online yang kelihatan dapat dipercaya. Setelah mengisi form, mentransfer uang serta konfirmasi, dikirimlah modem saya via TIKI oleh si penjual. Lokasi penjual di Jakarta, sedangkan saya di Tangerang. Tunggu punya tunggu, berlalulah beberapa hari tanpa ada kabar berita di mana barang pesanan saya. Akhirnya saya konfirmasi ke si penjual. Menurut mereka, barang sudah dikirim oleh TIKI dan sudah sampai. Kagetlah saya, bagaimana mungkin, sedangkan saya tidak merasa menerima barang. Saya komplain ke penjual, dan mereka pun membantu konfirmasi ke TIKI. Pusiiiing...

Kemudian pada sore harinya, saya mendapat telepon dari seseorang. Dia bilang paket saya nyasar ke rumahnya. Katanya paket itu dilempar begitu aja ke halaman rumahnya tanpa konfirmasi. Untung ada alamat saya, lengkap dengan nomor telepon. Alhamdulillah paket saya nyasar ke orang yang jujur. Saat itu saya komplain lagi ke penjual sambil menanyakan status kiriman di TIKI. Kembali saya kaget. Menurut si penjual, status kiriman sudah oke dan sudah diantar ke alamat yang benar. Padahal saya sendiri yang menjemput paket saya ke rumah orang yang menerima paket saya itu. Ah, waktu itu saya berpikir ya sudahlah, yang penting barang sudah ketemu...

Kasus yang kedua, kali ini saya yang jadi penjual. Alkisah di pertengahan tahun 2010, ada seorang pelanggan memesan barang lewat toko online saya. Setelah transferannya saya terima, saya pun kirim paketnya ke daerah Tegal, tempat si pelanggan. Tunggu punya tunggu lagi... ternyata sampai 5 hari paket tidak kunjung sampai ke si pelanggan. Pelanggan komplain ke saya. Pihak saya pun berkali-kali telpon ke agen TIKI tempat kami mengirim barang. Penjelasannya selalu berubah-ubah sampai akhirnya keluar penjelasan final. Menurut TIKI alamat penerima tidak jelas dan tidak bisa ditemukan. Akhirnya si pelanggan berinisiatif menjemput paket miliknya di kantor TIKI di Tegal. Menurut si pelanggan, dia sudah beberapa kali pesan barang online dan selalu sampai. Alamatnya seharusnya tidak susah. Alhamdulillah, si pelanggan tidak marah dan justru memuji pendekatan yang kami lakukan kepadanya. Dia juga menyarankan untuk tidak pakai TIKI buat kirim barang, lebih baik kurir yang lain.

Kasus ketiga ini yang bikin saya paling pusing. Awal bulan Mei 2011 ini saya kirim dokumen kantor dari Tangerang ke Jakarta menggunakan paket TIKI yang sehari sampai. Malam saya kirim, besok siang seharusnya sudah sampai. Setelah beberapa hari saya cek ke Jakarta, apakah kiriman saya sudah diterima. Sungguh kaget tidak terkira, ternyata dokumen itu tidak sampai ke alamat yang saya tuju. Saya cek ke TIKI, coba menelusuri keberadaan dokumen itu. Menurut petugasnya, surat saya sudah diterima di gedung yang dituju di Jakarta oleh Ari, sekitar pukul 15.00 WIB. Saya bingung, siapa Ari? padahal resepsionis di Jakarta namanya Nova. Yang bikin saya agak emosi, si petugas bilang "kadang-kadang kita ngga bisa sampai ke penerima, jadinya dititip di Satpam, siapa tau Ari ini nama satpamnya". Pasalnya saya sudah beberapa kali kirim ke alamat yang sama, dan selalu diterima oleh Nova.

Saya pasrah... tapi dalam kepasrahan itu saya sempat minta tolong sahabat di Jakarta untuk bantu melacak. Alhamdulillah, pelacakannya membuahkan hasil. Setelah dia tanya sana sini, ternyata baru diketahui kalau Ari adalah nama resepsionis di lantai 10. Padahal tujuan saya lantai 7, dan tertera dengan jelas di amplopnya alamat yang saya tuju itu. Kali ini saya tidak mau ambil pusing lagi. Sudah jelas ada yang ngga beres dengan manajemen TIKI. Saya segera deklarasikan di kantor saya, jangan pakai TIKI!

Note: Tulisan ini saya buat atas pengalaman pribadi, bukan dibuat-buat. Kalau TIKI mau bela diri, silahkan. Toh, ngga ada gunanya buat saya. Hanya saya sarankan buat yang belum pernah pakai TIKI, dan mau coba pakai TIKI, perhatikan bener-bener alamat yang mereka ketik di AWB, soalnya bagian pengiriman TIKI cuma lihat alamat di AWB-nya, ngga peduli ada alamat yang lebih jelas di amplopnya sendiri. Dalam kasus terakhir saya, alamat jelas yang tertera di amplop mereka ketik dengan lebih singkat di AWB dengan menghilangkan 1 baris keterangan penting, yaitu lantai yang dituju.

Thursday 19 May 2011

Istirahat Mingguan - Haruskah di hari Minggu?

Pada suatu hari, manajemen perusahaan memutuskan untuk merubah jadwal kerja dan mengganti hari istirahat mingguan dari hari Minggu menjadi hari lain. Saat rencana ini disampaikan kepada para karyawan, segera terjadi kasak-kusuk. Seperti biasa, biasanya dari pihak karyawan yang ada adalah curiga terlebih dahulu. Akhirnya menjadi tugas kami untuk menjelaskan.

Apa sih sebetulnya istirahat mingguan itu?

Ketentuan mengenai waktu istirahat dapat ditemui dalam Undang-undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 79. Untuk istirahat mingguannya dijelaskan dalam ayat 2b, yang pada intinya menegaskan bahwa Perusahaan wajib memberikan waktu istirahat kepada pekerja berupa istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Sesuai dengan ketentuan ini, jelas bahwa istirahat mingguan diberikan 1 hari untuk 6 hari kerja dan 2 hari untuk 5 hari kerja. Tetapi tidak disebutkan bahwa istirahat mingguan harus diberikan pada hari Minggu, atau hari Sabtu dan Minggu.

Bila merujuk pada ketentuan waktu kerja di Pasal 77 UU Ketenagakerjaan, waktu kerja adalah 7 jam atau 8 jam sehari (tergantung hari kerja, 5 atau 6 hari), yang bila diakumulasikan maka tidak lebih dari 40 jam dalam 1 minggu (tidak termasuk waktu kerja lembur). Ini artinya bila seorang pekerja dalam 1 minggu sudah mengumpulkan waktu kerja sebanyak 40 jam, maka ia berhak atas istirahat mingguan. Kapan istirahat mingguannya dilakukan? kapan saja sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (Pasal 79 ayat 3).

Dengan demikian jelas bahwa waktu istirahat mingguan tidak wajib diberikan pada hari Minggu. Sesuai dengan jadwal kerja di perusahaan, waktu istirahat mingguan dapat saja diberikan di hari selain minggu, selama karyawan sudah mengumpulkan 40 jam seminggu.

Kalau anda mengetahui dasar hukum lain yang dapat menjadi acuan bahwa waktu istirahat mingguan harus dilakukan di hari Minggu, silahkan sharing di sini. Mudah-mudahan dapat menjadi jalan kebaikan buat kita bersama.