Friday 27 November 2009

Panduan praktis membuat Kontrak/Perjanjian Tertulis - bag.2

Setelah memahami tentang syarat sah sebuah kontrak dalam materi bagian satu, sekarang saya akan membahas hal lain yang juga penting untuk diketahui dalam pembuatan sebuah kontrak yaitu asas-asas kontrak.

2. Mengetahui asas-asas kontrak

Ada banyak asas-asas hukum dalam kontrak, tetapi sejauh ini hanya 3 yang menurut saya benar-benar penting untuk diketahui yaitu:
- Asas kebebasan berkontrak
- Asas konsensualisme
- Asas kontrak mengikat sebagai undang-undang

Asas-asas ini penting untuk diketahui karena akan mempermudah kita dalam memahami logika pembuatan kontrak dan kekuatan kontrak tersebut bagi para pihak.


Asas Kebebasan Berkontrak

Secara umum makna dari asas ini adalah setiap orang dapat membuat kontrak sesuai dengan maksud dan keinginannya tanpa harus mengikuti sebuah format baku. Pernahkah anda melihat sebuah akta notaris? Nah, akta notaris adalah contoh format yang baku. Sesuai dengan makna asas ini, para pihak dalam kontrak berhak dan bebas menentukan apa saja hal-hal yang ingin mereka cantumkan di dalam kontrak.

Yang perlu diingat oleh anda adalah 'bebas' yang disebutkan oleh asas ini adalah bebas yang bertanggung jawab. Maksudnya, biarpun para pihak dapat mencantumkan apapun dalam kontrak mereka, tetapi bila ada pasal-pasal dalam kontrak yang bertentangan dengan hukum atau undang-undang yang berlaku, maka pasal tersebut batal demi hukum. Bahkan seluruh kontrak dapat batal demi hukum bila maksud dan tujuannya dari awal sudah bertentangan dengan hukum atau undang-undang yang berlaku. Ehm... singkatnya, bebas tapi jangan kebablasan, oke....

Hal lain yang juga perlu diingat berkaitan dengan asas ini adalah bahwa hukum perjanjian dan undang-undang yang berlaku, secara umum berfungsi sebagai pelengkap bagi kontrak yang dibuat. Dengan demikian, bila misalnya anda telah mengatur hal-hal yang anda anggap penting dalam kontrak yang anda buat, kemudian ternyata ada hal yang tidak atau lupa anda cantumkan dalam kontrak, maka hukum perjanjian dan undang-undang yang ada, secara otomatis berlaku untuk hal yang tidak tercantum tersebut. Contohnya anda lupa memasukkan pasal tentang pembagian kewajiban pajak bagi masing-masing pihak. Maka dalam hal ini pembagian kewajiban pajak secara otomatis mengikuti hukum yang berlaku tentang pembagian kewajiban pajak dimana pembeli menanggung pajak pembeli dan penjual menanggung pajak penjual.


Asas Konsensualisme

Masih ingat syarat subyektif tentang kesepakatan mereka yang mengikatkan diri? Asas ini terkait erat dengan syarat tersebut. Secara garis besar, asas konsensus berarti suatu perjanjian lahir bila ada kesepakatan atau konsensus antara para pihak yang mengikatkan diri.

Konsensus dianggap tidak terjadi bila diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Bila sebuah kontrak mengandung tiga unsur tersebut maka kontrak tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan oleh karena itu dapat dibatalkan melalui pengadilan (lihat Pasal 1321 KUHPerdata).

Kekhilafan
Salah satu contoh kekhilafan misalnya ketika seseorang mengira dirinya berhutang, kemudian dia membayar hutang tersebut kepada si pemberi hutang.

Patut diperhatikan bahwa tidak semua kekhilafan dapat menyebabkan kontrak menjadi batal. Kekhilafan yang menyebabkan kontrak batal hanyalah kekhilafan terhadap obyek pokok kontrak saja (Pasal 1322 KUHPerdata). Seperti contoh di atas, ketika seseorang dalam kontrak hutang piutang mengira dirinya memiliki hutang, maka di sini telah terjadi kekhilafan yang dapat menyebabkan kontrak menjadi batal. Mungkin bila diartikan secara umum, kekhilafan sama artinya dengan kesalahpahaman, misunderstanding, misinterpretation dan mis-mis yang lain.

Paksaan
Saya yakin kita semua paham apa yang dimaksud dengan paksaan. Tetapi agar lebih jelas, KUHPerdata mendefinisikan paksaan sebagai tindakan sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat (Pasal 1324).

Paksaan ini tidak hanya yang dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat perjanjian, tetapi juga terhadap suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah (orang tua atau anak-anak), baik dilakukan sendiri oleh pihak yang memaksa ataupun dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak terdapat di dalam kontrak. Contohnya, Budi terpaksa menyetujui perjanjian dengan Mr. X karena dirinya, istri atau orang tua atau anaknya mengalami paksaan dari Mr. X sendiri atau pihak ketiga yang tidak tersangkut di dalam kontrak.

Penipuan
Penipuan yang dimaksud dalam KUHPer adalah penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat.

Yang agak menyulitkan, sesuai dengan Pasal 1328 KUHPerdata, penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktikan. Contohnya, Budi membuat perjanjian dengan Mr. X karena diiming-imingi hadiah. Tanpa iming-iming hadiah tersebut tidak mungkin Budi mau mengadakan perjanjian tersebut. Saat Budi menuduh Mr. X telah menipu karena ternyata hadiah yang dijanjikan tidak pernah dia terima, maka Budi wajib memberikan bukti-bukti yang mendukung tuduhannya bahwa Mr. X telah melakukan penipuan.


Asas kontrak mengikat sebagai undang-undang


Dalam ranah hukum, asas ini dikenal juga dengan bahasa latin “pacta sunt servanda”. Secara garis besar artinya kontrak yang telah dibuat berlaku bagi para pihak didalamnya sebagai undang-undang.

Pernyataan “berlaku sebagai undang-undang” bukan berarti tidak memiliki batasan, karena ternyata ada juga pembatasannya. Batasannya apa? Mari kita lihat kembali syarat sahnya suatu perjanjian poin yang keempat, yaitu suatu sebab yang dibenarkan oleh undang-undang. Bila ada 2 orang saling sepakat untuk melakukan praktek perjudian, apakah kontrak yang mereka buat menjadi undang-undang bagi mereka sendiri? Anda tahu persis bahwa jawabannya tidak. Karena obyek kontrak, yaitu perjudian, tidak dibenarkan oleh undang-undang. Dengan demikian perjanjian itu batal demi hukum.

Itulah materi pembahasan soal asas-asas dalam kontrak. Berdasarkan pengalaman saya, ketiga asas tersebut adalah logika hukum yang paling sering saya terapkan dalam membuat sebuah kontrak. Pembahasan selanjutnya adalah mengenai struktur sebuah kontrak, dimulai dari judul hingga penutup. Mudah-mudahan bisa dipostingkan dalam waktu dekat.

bersambung ke bagian 3

Friday 13 November 2009

Panduan praktis membuat Kontrak/Perjanjian Tertulis - bag.1

Membuat kontrak/perjanjian tertulis adalah sebuah keahlian yang wajib dimiliki oleh setiap legal officer. Keahlian ini bahkan juga dibutuhkan oleh departemen-departemen tertentu di perusahaan seperti purchasing/buyer, HR, sales/marketing, serta logistik.

Anda mungkin bertanya-tanya, bagaimana mungkin seseorang yang bukan berasal dari background pendidikan hukum dapat membuat sebuah kontrak? Pada kenyataannya saya dapati bahwa hampir semua level manajer di perusahaan saya yang terakhir memiliki kemampuan tersebut, walaupun dalam tataran teknis memang masih membutuhkan masukan dari legal officer.

Saya pernah mengikuti sebuah pelatihan contract drafting dimana pesertanya sebagian adalah orang-orang yang memiliki background pendidikan hukum dan sebagian lagi tidak. Materi hari pertama dan kedua mengingatkan saya pada semester awal waktu kuliah dulu. Bagaimana tidak, segudang materi 1 semester dibawakan oleh sang trainer yang memang seorang dosen. Pada akhirnya muncul kekecewaan dari beberapa peserta yang tidak berlatar belakang pendidikan hukum. Dari situ saya menyimpulkan bahwa sebenarnya yang dibutuhkan oleh kebanyakan orang adalah petunjuk praktis bagaimana membuat sebuah standar kontrak yang dapat langsung dipraktekkan di tempat kerja, bukan kuliah hukum yang kebanyakan berisi teori belaka.

Pada bahasan kali ini, saya akan coba membuat sebuah panduan praktis membuat kontrak tertulis yang saya tulis dalam bahasa saya sendiri. Saya sebut praktis, karena hanya berisi materi yang secara riil saya temui dalam praktek di perusahaan. Mudah-mudahan dapat dipahami bahkan oleh anda yang tidak berlatar belakang pendidikan hukum.

Hal-hal apa saja sih yang dibutuhkan untuk membuat sebuah kontrak? Tentunya banyak teori yang membahas soal ini, tetapi yang akan saya angkat adalah berdasarkan pengalaman saya saja. Berikut ulasannya.

1.Mengetahui syarat sah sebuah kontrak.

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu:
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
- Adanya suatu hal tertentu
- Suatu sebab yang dibenarkan oleh undang-undang.

Kenapa syarat sah ini harus dibahas sih? Kenapa tidak langsung membahas cara membuat kontrak pasal per pasal? Jawabannya karena ini adalah dasar utama dari setiap pembuatan kontrak. Ibarat mencetak gol tetapi dalam posisi offside, maka tidak dianggap telah terjadi gol dan wasit dapat menganulir gol tersebut. Maka sudah wajib hukumnya bagi seorang striker untuk mengetahui terlebih dahulu, bagaimana caranya mencetak gol yang dianggap sah. Analoginya mirip dengan pasal ini. Bila ada satu saja unsur di pasal ini yang tidak dipenuhi, maka kontrak tidak mengikat secara hukum dan belum menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak.

Kesepakatan dan kecakapan para pihak disebut juga syarat subyektif. Kesepakatan yang dimaksud adalah kesepakatan yang diberikan secara bebas, bebas dari paksaan, kekhilafan dan penipuan. Sedangkan menurut Pasal 1330 KUHPer orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan (berada dalam tanggungan orang lain karena tidak dapat bertindak sendiri secara hukum – misalnya karena sakit jiwa) dianggap tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian. Bila syarat ini tidak terpenuhi, misalnya karena adanya paksaan dari salah satu pihak atau bila salah satu pihak ternyata tidak cakap, maka akibat hukumnya adalah kontrak dapat dibatalkan melalui pengadilan.

Adanya suatu hal tertentu dan sebab yang dibenarkan oleh undang-undang disebut juga syarat obyektif. Suatu hal tertentu misalnya adanya sebuah rumah dalam kontrak sewa menyewa rumah, atau adanya sebuah mobil dalam kontrak sewa menyewa mobil. Sedangkan sebab yang dibenarkan oleh undang-undang adalah meliputi hal-hal yang tidak dilarang oleh undang-undang seperti perjudian, praktek asusila dan sebagainya. Bila syarat ini tidak terpenuhi, maka akibat hukumnya adalah kontrak tersebut batal dengan sendirinya atau batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada perjanjian.

So guys, cermati dulu 4 hal diatas ketika anda akan membuat sebuah kontrak.

(bersambung ke bag.2 - asas-asas kontrak)

Sunday 8 November 2009

Selamat datang di blog saya.

Blog ini dimaksudkan untuk sharing ilmu yang saya dapat dari pengalaman-pengalaman. Bisa dari pengalaman kerja, atau pengalaman kehidupan sehari-hari.

Saya pernah bekerja di sebuah perusahaan multinasional. Setelah 5 tahun, saya memutuskan untuk banting setir dan menjadi seorang entrepreuneur. Termotivasi oleh sharing-sharing rekan di TDA Community (Komunitas Tangan Di Atas), saya pun terjun di dunia wirausaha terhitung sejak akhir Agustus 2009.

Ternyata dunia usaha tidak semudah yang saya bayangkan. Tercatat paling tidak 3 usaha telah saya coba, ternyata semuanya masih belum ada yang menghasilkan. Akhirnya kembalilah saya ke zona nyaman (selain ditambah faktor kepepet, hehehe...), menjadi karyawan kembali.

Saat ini saya masih terus belajar. Belajar untuk berbisnis, belajar untuk sosialisasi dan banyak belajar-belajar lainnya. Dunia tidak sesempit daun kelor, kata orang. Dan memang... dunia mungkin lebih lebar sedikit dari pada daun kelor :D

I hope you find this blog useful for you as it is for me, regardless of your educational background, job, or anything you do.

Have a great day and happy reading.

Mohamad Dadi Nurdiansah