Friday 13 November 2009

Panduan praktis membuat Kontrak/Perjanjian Tertulis - bag.1

Membuat kontrak/perjanjian tertulis adalah sebuah keahlian yang wajib dimiliki oleh setiap legal officer. Keahlian ini bahkan juga dibutuhkan oleh departemen-departemen tertentu di perusahaan seperti purchasing/buyer, HR, sales/marketing, serta logistik.

Anda mungkin bertanya-tanya, bagaimana mungkin seseorang yang bukan berasal dari background pendidikan hukum dapat membuat sebuah kontrak? Pada kenyataannya saya dapati bahwa hampir semua level manajer di perusahaan saya yang terakhir memiliki kemampuan tersebut, walaupun dalam tataran teknis memang masih membutuhkan masukan dari legal officer.

Saya pernah mengikuti sebuah pelatihan contract drafting dimana pesertanya sebagian adalah orang-orang yang memiliki background pendidikan hukum dan sebagian lagi tidak. Materi hari pertama dan kedua mengingatkan saya pada semester awal waktu kuliah dulu. Bagaimana tidak, segudang materi 1 semester dibawakan oleh sang trainer yang memang seorang dosen. Pada akhirnya muncul kekecewaan dari beberapa peserta yang tidak berlatar belakang pendidikan hukum. Dari situ saya menyimpulkan bahwa sebenarnya yang dibutuhkan oleh kebanyakan orang adalah petunjuk praktis bagaimana membuat sebuah standar kontrak yang dapat langsung dipraktekkan di tempat kerja, bukan kuliah hukum yang kebanyakan berisi teori belaka.

Pada bahasan kali ini, saya akan coba membuat sebuah panduan praktis membuat kontrak tertulis yang saya tulis dalam bahasa saya sendiri. Saya sebut praktis, karena hanya berisi materi yang secara riil saya temui dalam praktek di perusahaan. Mudah-mudahan dapat dipahami bahkan oleh anda yang tidak berlatar belakang pendidikan hukum.

Hal-hal apa saja sih yang dibutuhkan untuk membuat sebuah kontrak? Tentunya banyak teori yang membahas soal ini, tetapi yang akan saya angkat adalah berdasarkan pengalaman saya saja. Berikut ulasannya.

1.Mengetahui syarat sah sebuah kontrak.

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu:
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
- Adanya suatu hal tertentu
- Suatu sebab yang dibenarkan oleh undang-undang.

Kenapa syarat sah ini harus dibahas sih? Kenapa tidak langsung membahas cara membuat kontrak pasal per pasal? Jawabannya karena ini adalah dasar utama dari setiap pembuatan kontrak. Ibarat mencetak gol tetapi dalam posisi offside, maka tidak dianggap telah terjadi gol dan wasit dapat menganulir gol tersebut. Maka sudah wajib hukumnya bagi seorang striker untuk mengetahui terlebih dahulu, bagaimana caranya mencetak gol yang dianggap sah. Analoginya mirip dengan pasal ini. Bila ada satu saja unsur di pasal ini yang tidak dipenuhi, maka kontrak tidak mengikat secara hukum dan belum menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak.

Kesepakatan dan kecakapan para pihak disebut juga syarat subyektif. Kesepakatan yang dimaksud adalah kesepakatan yang diberikan secara bebas, bebas dari paksaan, kekhilafan dan penipuan. Sedangkan menurut Pasal 1330 KUHPer orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan (berada dalam tanggungan orang lain karena tidak dapat bertindak sendiri secara hukum – misalnya karena sakit jiwa) dianggap tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian. Bila syarat ini tidak terpenuhi, misalnya karena adanya paksaan dari salah satu pihak atau bila salah satu pihak ternyata tidak cakap, maka akibat hukumnya adalah kontrak dapat dibatalkan melalui pengadilan.

Adanya suatu hal tertentu dan sebab yang dibenarkan oleh undang-undang disebut juga syarat obyektif. Suatu hal tertentu misalnya adanya sebuah rumah dalam kontrak sewa menyewa rumah, atau adanya sebuah mobil dalam kontrak sewa menyewa mobil. Sedangkan sebab yang dibenarkan oleh undang-undang adalah meliputi hal-hal yang tidak dilarang oleh undang-undang seperti perjudian, praktek asusila dan sebagainya. Bila syarat ini tidak terpenuhi, maka akibat hukumnya adalah kontrak tersebut batal dengan sendirinya atau batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada perjanjian.

So guys, cermati dulu 4 hal diatas ketika anda akan membuat sebuah kontrak.

(bersambung ke bag.2 - asas-asas kontrak)

0 comments:

Post a Comment